Oleh:

Teuku Multazam

(Peneliti Energi Terbarukan Geuthee Institute)

Aliran sungai Krueng Kala seakan-akan membagi dua bagian tebing terjal. dinding hijau, tumbuhan dan lumut menjalar dan menutupi batu cadas, basah. Air jernih mengalir deras membawa serta daun-daun tua. Siapa saja dapat melihat batu-batu besar yang bersemayam di dasar sungai itu. Sebuah air terjun melengkapi keindahan panorama alam di daerah itu.

Masyarakat sekitar menamai daerah itu air terjun Suhom. Setiap akhir pekan, air terjun ini menjadi lokasi wisata yang ramai dikunjungi. Jaraknya pun tak terlalu jauh dari Banda Aceh, hanya satu jam berkendara dari Ibu Kota Aceh itu. Namun sebenarnya, sebuah potensi besar tersimpan di aliran air itu. Aliran sungai ini mampu menghasilkan tenaga listrik berdaya sekitar 45 kilo watt. Listrik tenaga air ini pula yang menjadi sumber energi masyarakat di tiga kampung yang tinggal di sekitar Krueng Kala, Lhoong, Aceh Besar.

Sebuah bangunan tak terlalu besar berdiri persis di bantaran sungai, sebelum air terjun berdiri kukuh. Di bangunan sederhana itulah sebuah turbin, generator, dan penstabil daya. Di dinding bata tanpa plaster, menempel sebuah kotak panel dengan tiga lampu kecil berbeda warna. Lampu itu berfungsi untuk menandai grup listrik yang akan dialirkan ke rumah-rumah pelanggan. Semua dipasang dengan sistem interkoneksi.

Untuk mengawasi seluruh sistem listrik masuk dan keluar dari bangunan itu, enam warga bergiliran mengawasi seluruh komponen. Namun secara keseluruhan, Erinaldi, penduduk asli Suhom, yang bertanggung jawab atas kelangsungan pasokan listrik dari pembangkit listrik tenaga mikro hidro itu. Pria lulusan Teknik Elektro Universitas Syiah Kuala ini sejak awal terlibat langsung dalam pembangunan satu-satunya sumber listrik di kawasan itu, pascatsunami.

Pembangkit Lisrik yang dihasilkan dari tenaga air itu terletak di Suhom, Gampong Krueng Kala, Kecamatan Lhong, Kabupaten Aceh Besar telah dibangun sejak delapan tahun lalu. Pembangkit listrik ini mampu menyuplai daya berkisar 25 hingga 35 kilo watt setiap hari ke konsumen kendatipun musim kemarau tiba.

“Alhamdulillah, meski musim hujan tidak ada, air di sungai ini tidak pernah kering. Dan bahkan masih sanggup menyuplai ke saluran atau turbin air melalui penstok,” kata Erinaldi, pengelola PLTMH Krueng Kala. Penstok adalah pipa untuk mengalirkan air ke turbin dari bak penenang yang berada di dekat bendungan. Jarak bendungan itu sekitar 300 meter dari rumah turbin.

Pembangkit Listrik yang memanfaatkan sumber air sebagai penghasil energi ini, dibangun oleh perusahaan Coca Cola melalui dana Corporate Social Responsibility (CSR) membutuhkan air sebanyak 350 liter air per detik. “Dengan kondisi alam dan lingkungan yang masih bagus seperti ini, Alhamdulillah airnya tercukupi,” terang Erinaldi.

Sejarah Pembangunan PLTMH

Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro di Krueng Kala, dimulai setahun setelah tsunami meluluhlantakkan Kecamatan Lhong, Aceh Besar. Kala itu, beberapa kepala keluarga di kampung ini selamat dari terjangan ombak ganas itu, dan mereka memilih untuk menetap di kampungnya dan tinggal di bawah tenda sementara, meski setiap malam mereka hidup dalam keadaan gelap.

Saat membersihkan dan mencari sisa-sisa manusia di bawah puing-puing terjangan tsunami itu, beberapa relawan yang membuka posko di wilayah Krueng Kala, mendapatkan sebuah sungai yang lebar dan memiliki air terjun yang tinggi. Oleh mereka, lalu meminta para penduduk sekitar untuk memanfaatkan potensi air tersebut sebagai sumber penghasil listrik. Mereka menawarkan Elizar dan warga untuk mengolah air menjadi tenaga listrik.

“Kami mengusahakan secara maksimal tapi tidak berjanji,” kata Erinaldi menirukan ucapan salah seorang relawan ketika itu.

Karena sudah ada kesepakatan, para relawan berusaha mencari sponsor yang ingin membangun listrik dari air dengan skal kecil. Dan, tidak lama kemudian, tim dari relawan membawa salah satu perusahaan dari Jakarta untuk melihat potensi sungai itu.

“Setelah pihak perusahaan, relawan dan masyarakat turun ke lapangan, sepintas mereka sepakat membantu masyarakat di sini melalui pembangungan listrik dari air. Tetapi, pihak perusahaan akan menurunkan tim dari Jakarta,” jelas Erinaldi.

Beberapa pekan setelah itu, tim survei dari Jakarta pun tiba di Lhong. Setelah melihat potensi air berupa debit telah mencukupi, lalu mereka juga meneliti kondisi lingkungan pada kedua sisi sungai.

Pada survei lingkungan ini, kata Erinaldi, tim survei itu sangat selektif melihat kondisi alam di sekitar. Kelestarian lingkungan itu sangat penting untuk memproyeksikan ketersediaan air di sungai tersebut ketika musim kemarau tiba, sehingga PLTMH yang akan dibangun ini, diharapkan bermanfaat dalam jangka lama.

“Sebelum direkomendasi untuk dibangun, tim itu mengingatkan masyarakat agar menjaga kelestarian lingkungan hutan untuk tidak ditebang, terutama lingkungan di areal yang berdekatan dengan daerah aliran sungai. Mereka sangat mewanti-wanti.”

Kini listrik yang dibangun oleh masyarakat bekerjasama dengan perusahaan Coca Cola tersebut, telah menghasilkan mamfaat besar untuk masyarakat Krueng Kala. Karena daya yang dihasilkan oleh PLTMH tersebut sudah dibeli oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) Aceh.

“Setiap bulan, dana penjualan daya yang kita terima rata-rata sebesar Rp 18 juta per bulannya,” sebut Erinaldi. Dana dari itu, lanjut dia, digunakan untuk menutupi biaya produksi dan perawatan PLTMH.

Sebelum dijual, daya yang dibangkitkan oleh pembangkit itu sepenuhnya didistribusikan kepada masyarakat untuk tiga kampung di Krueng Kala. Mereka hanya dikenakan biaya jual untuk setengah ampere sebesar Rp 15 ribu, satu ampere Rp 25 ribu, dan untuk dua ampere sebesar Rp 35 ribu. Namun, karena proses pengutipan dana untuk biaya perawatan PLTMH itu tersendat, pihak koperasi pengelola listrik itu mengadakan rapat dengan masyarakat, dan hasilnya masyarakat sepakat untuk membayar lagi.

“Padahal dana yang dikutip itu tidak banyak, namun karena tetap banyak tidak membayar. Pada awal 2009, koperasi pengelola listrik dan petinggi gampong sepakat menjual daya ini ke PLN,” kata Erinaldi. Dana yang didapatkan itu digunakan untuk membayar jerih para pengelola PLTMH dan biaya perawatan seperti turbin, pipa pesat dan generator. Selebihnya, digunakan untuk keperluan masyarakat.

Pengamat lingkungan dari Universitas Serambi Mekkah, Muhammad Nizar mengatakan, kehadiran Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro di Aceh Besar memberikan dampak positif untuk lingkungan terutama pohon-pohon besar. Pohon ini, lanjut dia, mempunyai kemampuan mengatur tata air, mencegah erosi dan menyimpan air.

Prinsip pohon memang menyimpan air, namun penyimpanannya bukan di batang melainkan di pori-pori akar. Jika air yang disimpan pada akar dan pori tersebut sudah penuh, selanjutnya air itu akan ditampung pada lapisan di bawahnya yang dinamakan aquifer (lapisannya).

Cadangan air yang tersimpan itu akan ditumpahkan pada musim kemarau tiba. Proses distribusi air ini, lanjut dia, tidak dilakukan secara langsung melainkan sesuai dengan prinsip air yang mengalir dari tempat tinggi ke tempat rendah. Dan air yang tersimpan di aquifer itu akan keluar secara teratur melalui mata air.

Dari mata air itu, seterusnya air tersebut mengalir melalui sungai-sungai yang banyak terdapat di kawasan hutan.

Dengan terjaganya pohon ini, kata Nizar, dengan sendirinya lingkungan akan terjaga. Kalau lingkungan terjaga semua ekosistem lain juga ikut terjaga. Tentunya kehadiran pembangkit listrik dari tenaga air, ini akan memberikan manfaat besar untuk lingkungan. Sebab, jika ini tidak dilestarikan maka air akan kekurangan dan imbasnya pada kemampuan PLTMH untuk membangkitkan energi menjadi listrik.

“Semakin banyak pohon, maka semakin banyak air yang tersimpan. Dan semakin besar air yang dikeluarkan. Dampaknya, energi yang akan dibangkikan semakin besar pula. Ini sesuai dengan prinsip PLTMH yang menjadikan air adalah kebutuhan utama energi listrik. Pada lingkungan yang perawan, tentunya makhluk hidup akan semakin banyak yang berkeliaran,”kata dia.

Dia menambahkan jika pohon rusak, ketersediaan air di sungai akan menurun dan bahkan akan memberikan bencana besar seperti banjir dan longsor. Hal ini karena, air tidak lagi diserap pori-pori akar pohon, serta akar yang digenggam tanah tidak adalagi.

 

Tags: , , , , , ,