Dr. Teuku Muttaqin Mansur, M.H.

Dr. Teuku Muttaqin Mansur, M.H. (Direktur Geuthèë Institute, Aceh)

Dalam masyarakat Aceh seulangkee memiliki peran yang sangat strategis dalam mewujudkan cita-cita calon pasangan baru melangsungkan pernikahan/perkawinan. Seulangkee (perantara) dapat dikatakan orang yang dapat beperan sebagai ‘mata-mata’, mediator, negosiator, dan dalam keadaan tertentu menjadi  pengganti kedudukan para pihak. Oleh karena itu, seulangkee yang ditunjuk harus mempunyai kualifikasi orang-tidak mesti tua (umur) yang penting bijaksana, berwibawa, berpengaruh dan alim serta mengetahui  seluk beluk adat perkawinan.

Sebagai mata-mata keluarga yang mengutusnya, seulangkee diminta kerumah calon dara baro pada hari yang baik dan waktu yang tepat.  Istilah ‘langkah, raseuki, peutumuen, dan maot’ (langkah, rezeki, pertemuan, dan maut/umur/kematian) mempunyai makna yang mendalam, menentukan berhasil tidaknya sesuatu usaha yang sedang dijalankan.

Menurut keyakinan sebahagian orang  Aceh, hari yang baik jatuh pada pada hitungan raseuki atau peutumuen. Sedangkan waktu yang tepat dianggap langkah yang baik, adalah kalau calon dara baro ketika seulangkee datang sedang mandi, baru selesai mandi, sedang makan.

Adapun waktu yang tidak tepat atau langkah kurang beruntung, jika calon dara baro sedang masak, duduk ditangga, sedang tidur, sedang menyisir rambut.

Apabila seulangkee mendapati calon dara baro tersebut sedang dalam salah satu pekerjaan yang tabu atau tidak dianggap baik, maka seulangkee tidak melanjutkan tugasnya pada hari itu. Dia berusaha datang kerumah tersebut pada hari lain.

Sebagai mediator, seulangkee bertugas memediasi para pihak, keluarga calon dara baro atau linto baro jika ada hal yang perlu dibicarakan. Sementara sebagai negosiator, biasanya peran seulangkee  baru dijalankan bila calon mempelai pria tidak sanggup memenuhi permintaan mahar dari calon dara baro/keluarganya. Maka dengan bahasa yang santun dan sopan, seulangkee meminta keluarga calon dara baro untuk mempertimbangkan keadaan keluarga calon linto baro dan kebiasaan yang berlaku sebagai reusam dalam gampong tersebut. Seulangkee biasanya akan berusaha dengan bernegosiasi dengan keluarga calon linto baro supaya niat awal calon dara baro dan linto baro melangsungkan pernikahan terlaksana.

Pernah juga, pada akhirnya seulangkee-lah yang menjadi calon linto baro karena pada saat-saat terakhir calon linto baro yang sedianya akan dinikahkan pada waktu tersebut melarikan diri tidak diketahui kemana. Oleh karena, acara sudah dipersiapkan sedemikian rupa, dan keluarga pihak calon dara baro juga menyetujuinya, maka seulangkee  harus menggantikan kedudukan calon linto baro yang melarikan diri.

Kini, kata seulangkee  sering juga digunakan kepada perantara yang menghubungkan atau menggabungkan para pihak meraih kekuasaan (politik, eksekutif, yudikatif, dan/tau lainnya). Wallahu’alam.

 

 

Tags: , ,