Sumber: https://unsyiah.ac.id/berita/dosen-unsyiah-fasilitasi-nelayan-kreung-raya-tetapkan-wilayah-kelola-adat-hukom-laot
Dosen Universitas Syiah Kuala memfasilitasi Wilayah Kelola Hukom Adat Laot (WKHAL) di wilayah Lhok Kreung Raya, Kecamatan Mesjid Raya, Kabupaten Aceh Besar Jumat (19/7/2019). Fasilitasi tersebut merupakan bagian dari Pengabdian kepada Masyarakat berbasis Produk (PKMBP) Unsyiah Tahun 2019 yang dilaksanakan oleh Dr. Teuku Muttaqin Mansur, M.H. (Ketua Tim), Dr. M. Adli Abdullah, S.H. M.CL dan Dr. Sulaiman Tripa, S.H., M.H, masing-masing sebagai anggota.
Panglima Laot Lhok Kreung Raya, Pawang Imran mengatakan, mereka sangat berterima kasih atas kedatangan tim Unsyiah. Mereka sangat butuh adanya revitalisasi hukum adat dan penetapan wilayah kelola hukum adat di wilayahnya.
“Kalau tidak, wilayah kelola adat kami akan hilang dengan perlahan-lahan karena diklaim oleh pihak swasta. Itulah kebanggaan kami yang sudah kami jaga dan pelihara secara turun temurun,” ujarnya.
Ketua Tim PKMBP Unsyiah, Dr. Teuku Muttaqin Mansur, M.H, ketua Tim Pengabdi menjelaskan, kedatangan mereka untuk mendengarkan keluhan nelayan dan apa yang dapat dibantu oleh Unsyiah dalam melestarikan hukum adat laot di Aceh.
“Kami datang ke sini sebenarnya mewujudkan salah satu kewajiban perguruan tinggi, dalam hal ini adalah bidang pengabdian kepada masyarakat. Menurut kami, masalah ini penting kami bantu dalam rangka menguatkan kembali hukum adat dan wilayah kelola hukum adat laot. Hal ini, sesuai dengan konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk amanat Permen KP Nomor 8 tahun 2018 tentang tata cara penetapan wilayah kelola masyarakat hukum adat,” katanya.
Anggota tim pengabdi, Dr. M. Adli Abdullah, S.H., M.CL dalam acara tersebut menegaskan, wilayah kelola hukum adat laot adalah upaya melindungi traditional fishing right (hak nelayan tradisional) yang diakui PBB. Konsep wilayah kelola ini sangat berbeda dengan konsep konservasi yang selama ini santer disosialisasikan.
Konsep wilayah kelola bukan melarang orang tidak boleh melaut pada daerah tertentu, tetapi mengatur agar dalam wilayah kelola nelayan tetap dapat mengambil hasil ikan dengan cara-cara yang sustainable (berkelanjutan).
“Hal ini penting diperhatikan pemerintah yang saat ini sedang menyusun rancangan qanun tentang Rencana Zonasi Wilayah dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) di Aceh. Jadi kami lakukan dengan sangat partisipatif,” ujarnya.
Selain nelayan, FGD tersebut turut dihadiri Dr. Sulaiman Tripa, MH (Anggota Tim Pengabdi), Pawang Baharuddin, Ketua Harian Panglima Laot Aceh merangkap Panglima Laot Aceh Besar, dan Imeum Mukim, Panglima Teupin, tokoh nelayan dalam wilayah Lhok Krueng Raya, dan beberapa panglima laot perbatasan, serta Rahmi Fajri, Sekjen Jaringan Kuala Aceh.